SKRINNING FITOKIMIA

SKRINNING FITOKIMIA AKAR SALUANG BELUM (Luvunga crassifolia (Blume) kurz) 

 I. LATAR BELAKANG 

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara reguler. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68 % penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80 % penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Tindakan untuk mendukung hal tersebut maka dilakukan pengembangan obat tradisional melalui penelitian-penelitian ilmiah terbaru dan diproduksi secara modern agar bisa dimanfaatkan sebagai obat untuk kepentingan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Proses saintifikasi tersebut sangat penting agar penggunaan obat tradisional tidak berdasarkan pengalaman saja tetapi memiliki bukti ilmiah sehingga bisa digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan formal yang modern (Agromedia, 2008). 

Mutu suatu simplisia atau ekstrak tumbuhan dapat diketahui yaitu salah satunya dengan pemeriksaan secara kimia. Hal ini penting diakukan untuk pemanfaatan suatu tanaman untuk pengobatan. Sudah selayaknya dilakukan penelitian dan pengembangan dari tanaman-tanaman tersebut sehingga manfaatnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat (Agromedia, 2008). Uji pendahuluan adalah suatu pengamatan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simpisia atau ekstrak. Uji tersebut dapat digunakan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan untuk dapat dikaitkan dengan aktivitas biologisnya. Sehingga dapat membantu langkah fitofarmakologi jika kandungan tumbuhan tersebut memiliki khasiat obat (Agromedia, 2008). 

Tumbuhan yang akan dilakukan uji yaitu saluang belum. Bagian dari tanaman yang dipakai yaitu akarnya. Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid. Tumbuhan ini memiliki khasiat untuk kejantanan laki-laki (Soegiharjo, 2013). Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah, tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik–bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

 II. TUJUAN PRAKTIKUM 
Tujuan praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat melakukan skrinning fitokimia serbuk simplisia.

 III. TINJAUAN PUSTAKA 
3.1 Uraian Tumbuhan 
3.1.1 Klasifikasi 
Klasifikasi tumbuhan saluang belum yaitu sebagai berikut: 
Kingdom : Plantae 
Divisi : Tracheophyta 
Kelas : Magnoliopsida 
Ordo : Sapindales 
Familia : Rutaceae 
Genus : Luvunga 
Species : Luvunga crassifolia (Roskov et al, 2000). 

3.1.2 Deskripsi Tumbuhan 
Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik–bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

3.1.3 Senyawa Kimia Tumbuhan 
Bagian kayu dan akar merupakan bagian yang dipakai dalam pengobatan herbal. Hal itu disebabkan pada bagian tersebut memiliki metabolit sekunder yang memiliki khasiat sebagai obat. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid (Soegiharjo, 2013). 

3.1.4 Khasiat dan Kegunaan 
Khasiat saluang belum yaitu untuk meningkatkan gairah dan kekuatan laki-laki. Cara penggunaannya yaitu dengan menuangkan air panas atau hangat kedalam gelas kayu saluang belum. Kemudian air di diamkan hingga dingin sampai bisa diminum. Fungsi air panas itu untuk memepercepat keluarnya zat-zat alami yang terdapat pada saluang belum yang bagus dikonsumsi untuk pengobatan. Rasanya pun pahit sekali karena itu berfungsi sebagai jamu (Soegiharjo, 2013). 

 3.2 Uji pendahuuan 
Uji pendahuluan komponen kimia bahan alam adalah suatu uji dengan mengamati golongan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan. Uji ini digunakan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan untuk dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya. Sehingga dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi untuk kandungan kimia berkhasiat obat (Artini, 2013). Skrining fitokimia dilakukan dengan metode uji tabung menggunakan pereaksi-pereaksi yang sesuai untuk golongan senyawa yang akan di uji (Kumalasari & Nanik, 2011).

 Metabolit sekunder adalah senyawa yang tidak essensial bagi pertumbuhan mikroorganisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik pada setiap spesies. Fungsi metabolit sekunder yaitu agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder maka dilakukan suatu uji kualitatif yang dikenal dengan uji pendahuluan. Pada uji tersebut, dapat diketahui kandungan senyawa dengan adanya perubahan warna atau terbentuknya endapan dan bisa juga dengan terbentuknya lapisan pada pengujian (Agromedia, 2008). 

3.2.1 Alkaloid 
Alkaloid merupakan senyawa nitrogen organik, lazimnya merupakan bagian cincin heterosiklik, bersifat basa, sering bersifat optis aktif dan kebanyakan berbentuk kristal. Identifikasi alkaloid dilakukan dengan uji Mayer dan Dragendroff. Pada uji Mayer, serbuk simplisia dilarutkan dalam asam klorida encer 1 % dan disaring. Setelah itu, tambahkan reagen Mayer (kalium iodida merkuri). Sedangkan pada uji Dragendroff, serbuk simplisia dilarutkan dalam asam klorida encer 1 % dan disaring. Setelah itu, tambahkan reagen dragendroff (kalium iodida bismuth). Alasan peragenan reagen pada uji Mayer yaitu kalium iodida merkuri bereaksi dengan atom pada alkaloid, sehingga terbentuk endapan putih. Sedangkan pada uji Dragendroff, kalium iodida bismut bereaksi dengan atom N pada alkaloid sehingga membentuk endapan merah kuning (Agromedia, 2008). 

 3.2.2 Saponin 
Saponin merupakan kelompok senyawa dalam bentuk glikosida terpenoid atau steroid. Saponin larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Senyawa ini mengandung inti siklopentana dan sebuah cincin siklopentana. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Identifikasi saponin ada dua yaitu uji foam dan froth. Cara keduanya hampir sama yaitu serbuk simplisia diencerkan dengan air suling. Setelah itu ekstrak encer digojog secara silinder selama 15 menit. Namun, perbedaannya hanya pada volume pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk. Pada uji saponin, baik itu uji foam dan froth maka akuades akan menghidrolisis gugus glikosida pada struktur saponin sehingga terbentuk busa (Agromedia, 2008). Reaksi identifikasi saponin dijelaskan sebagai berikut: a. Indeks buih Indeks buih menunjukkan angka pengenceran dan bahan yang diperiksa. Reaksi identifikasi ini yang akan memberikan lapisan buih setinggi 1 cm sambil larutan sampel ditambah air. Kemudian digojog dalam gelas ukur selama 15 menit sebelum dilakukan pengamatan. b. Indeks ikan Ikan kecil dimasukkan ke dalam larutan obat dengan berbagai kadar. Angka kebalikan pengenceran yang diperlukan. Tujuannya yaitu untuk membunuh 60 % ikan dalam 1 jam. c. Indeks hemolisis Seri pengenceran dalam air suatu simplisia ditambahkan dalam larutan garam fisiologis yang mengandung 2,5 % darah bebas fibrin. Hemolisis akan terjadi bila ditambahkan saponin yang cukup yaitu suspensi darah kemudian menjadi bening. Pengenceran terbesar terjadi pada saponin yang mengakibatkan hemolisis total. (Gunawan & Mulyani, 2004). 

3.2.3 Flavonoid 
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Selain itu merupakan senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa flavonoid ditemukan di alam (Agromedia, 2008). Senyawa yang termasuk flavonoid yaitu benzopiron, flavon, isoflavon, flavonol, flanon, anthocyanin, leucoanthocyanin, catechin, chalcon. Cara pemeriksaan kandungan flavonoid yaitu simplisia dipotong-potong kecil dan dihaluskan, ditambah air, diteteskan pada kertas saring lalu diangin-anginkan. Diuapkan di atas amonia dan jika hasil positif maka akan menghasilkan warna kuning intensif (Soegiharjo, 2013). 

3.2.4 Filosterol 
Filosterol dikenal sebagai sterol tumbuhan yang merupakan steroid alkohol. Senyawa ini mengandung inti siklopentana perhidrofenantren yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Identifikasi filosterol yaitu dengan uji Salkowski dan Lieberman-burchad. Hasil reaksinya berupa cincin dan perubahan warna (Soegiharjo, 2013). 

3.2.5 Tanin 
Tanin sering terdapat dalam buah yang tidak masak dan menghilang ketika buah masak. Tanin mempunyai dua jenis struktur yang luas yaitu prontosianidin terkondensasi dalam satuan struktur fundamental adalah inti fenolik flavon-3-ol (katekin) serta ester galoil dan heksahidroksidifen serta turunan-turunanya. Tanin merupakan senyawa amorf yang menghasikan larutan kolodil asidik. Ketika dengan garam-garam besi FeCl3, tanin membentuk senyawa larut air berwarna hitam kehijauan atau berwarna biru gelap. Tanin membentuk senyawa yang tidak dapat didigesti dan tidak larut dengan protein dan ini mrupakan dasar penggunaannya dalam industri kulit proses penyamakan dan untuk pengbatan diare (Soegiharjo, 2013). 

Skrining fitokimia dilakukan dengan metode uji tabung menggunakan pereaksi-pereaksi yang sesuai untuk golongan senyawa yang akan di uji yaitu alkaloid, polifenol, tanin, flavonoid dan saponin. Kromatografi lapis tipis merupakan uji untuk menegaskan hasil uji tabung. Pemeriksaan senyawa kimia dilakukan terhadap senyawa polifenol, flavonoid dan saponin yang telah diketahui memberikan hasil positif dalam larutan uji pada uji tabung. Pemeriksaan golongan senyawa dideteksi dibawah sinar UV dan dipertegas dengan dilakukan penyemprotan dengan suatu pereaksi pada plat KLT (Kumalasari & Nanik, 2011) 

IV. METODE PRAKTIKUM 
4.1. Alat 
 Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain sebagai berikut. 1. Bunsen 2. Penjepit kayu 3. Pipet tetes 4. Tabung reaksi 5. Rak tabung 

 4.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain sebagai berikut. 1. Aquadest 2. Asetat anhidrat 3. Ekstrak 4. FeCl3 5. Gelatin 6. H2SO4 7. HCl encer 1% 8. Kloroform 9. NaOH 1% 10. Reagen mayer 11. Reagen dragendroff 12. Timbal asetat 13. Tembaga asetat 4.3. Cara Kerja 4.3.1 Identifikasi senyawa alkaloid a. Mayer test b. Dragendroff test 

 VI. Pembahasan 
Judul praktikum ini yaitu skrinning fitokimia akar saluang belum. Tujuannya yaitu agar mahasiswa dapat melakukan skrinning fitokimia serbuk simplisia. Senyawa metabolisme primer merupakan senyawa yang dihasilkan oleh makhluk hidup dan bersifat essensial bagi proses metabolisme sel tersebut. Senyawa ini dikelompokkan menjadi 4 kelompok makromolekul yaitu karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat. Sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa yang tidak essensial bagi pertumbuhan mikroorganisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik pada setiap spesies. Fungsi metabolit sekunder yaitu agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Contoh metabolit sekunder yaitu alkaloid, flavonoid, terpenoid dan fenolik (Soegiharjo, 2013). 

Skrinning fitokimia komponen kimia bahan alam adalah suatu uji dengan mengamati golongan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan. Uji ini digunakan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan untuk dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya. Sehingga dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi untuk kandungan kimia berkhasiat obat (Artini, 2013). Alkaloid merupakan senyawa nitrogen organik, lazimnya merupakan bagian cincin heterosiklik, bersifat basa, sering bersifat optis aktif dan kebanyakan berbentuk kristal. Umumnya alkaloid mempunyai 1 atom N meskipun ada beberapa yang memiliki lebih dari 1 atom N seperti pada ergotamin yang memiliki 5 atom N. Atom N ini dapat berupa amin primer, sekunder maupun tersier yang semuanya bersifat basa (tingkat kebasaannya tergantung dari struktur molekul dan gugus fungsionalnya). Struktur alkaloid yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). 

Identifikasi alkaloid dilakukan dengan uji Mayer dan Dragendroff. Pada uji Mayer, serbuk simplisia dilarutkan dalam asam klorida encer 1 % dan disaring. Tujuan penambahan HCl karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam. Setelah itu, tambahkan reagen Mayer (kalium iodida merkuri). Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II). Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam. 

Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer yaitu sebagai berikut. HgCl2 + 2 KI HgI2 + 2 KCI HgI2 + 2 KCL K2 [HgI2] Kalium tetraiodomerkurat (II) + K2 [HgI4] + K [HgI4]- K+ Kalium-alkaloid endapan (Soerya et al, 2005). Uji Dragendroff dilakukan dengan serbuk simplisia dilarutkan dalam asam klorida encer 1 % dan disaring. Setelah itu, tambahkan reagen Dragendroff (kalium iodida). Hasil positif alkaloid pada uji Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Endapan tersebut adalah kalium alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+), yang reaksinya ditunjukkan sebagai berikut. Bi3+ + H2O BiO+ + 2 H+ (Soerya et al, 2005). Reaksi hidrolisis bismut terjadi agar ion Bi3+ tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi3+ dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam Bismut (III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih membentuk kalium tetraiodobismutat. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Dragendroff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff ditunjukkan sebagai berikut. Bi (NO3)3 + 3 KI BiI3 + 3 KNO3 BiI3 + KI K [BiI4] Kalium tetraiodobismutat + K [BiI4] + [BiI4 ]- K+ Kalium-alkaloid endapan (Soerya et al, 2005). 

Saponin merupakan kelompok senyawa dalam bentuk glikosida terpenoid atau steroid. Glikosida adalah senyawa yang terdiri dari glikon (glukosa, fruktosa) dan aglikon (senyawa bahan alam lainya). Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C-27) dengan molekul karbohidrat. Saponin larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Senyawa ini mengandung inti siklopentana dan sebuah cincin siklopentana. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Struktur saponin yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). Identifikasi saponin yang dilakukan pada praktikum ini yaitu uji foam. Caranya yaitu serbuk simplisia diencerkan dengan air suling. Setelah itu ekstrak encer digojog secara silinder selama 15 menit. Pada uji saponin timbulnya busa menunjukkan adanya glikosida yang mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi glukosa dan senyawa lainnya, peristiwa buih yang disebabkan karena pengocokan suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun yang dapat mengkacaukan ikatan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagian yang tidak sama sifat kepolaranya. Reaksi pada uji saponin ditunjukkan sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). 

Fitosterol merupakan golongan terpenoid dan steroid serta berupa sterol yang secara alami didapatkan dari tanaman. Secara kimiawi, fitosterol mirip dengan kolesterol yang di dapat dari hewan. Sterol terdiri dari tiga gabungan cincin siklohesana dengan berbagai macam sterol (lebih dari 40 fitosterol). Fitosterol mengandung gugus etil (-CH2-CH3) pada rantai cabang. Struktur fitosterol yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). Ada dua macam fitosterol yaitu sterol dan stanol. Sterol mempunyai ikatan ganda pada cincin sterol. Sterol dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut. 1. 4–dimetilsterol (tidak mengandung gugus metil) 2. 4–monometilsterol (mengandung satu gugus metil) 3. 4,4–dimetilsterol (mengandung dua gugus metil) Sedangkan stanol tidak mempunyai ikatan ganda pada cincin sterolnya, stanol pada umumnya juga terdapat pada tumbuhan tetapi hanya 10 % dari total diet fitosterol. Stanol tanaman adalah bagian dari terhidrogenasi dari sterol tanaman dan keberadaannya di alam lebih sedikit daripada sterol (Soegiharjo, 2013). Cara kerja uji fitosterol yaitu ekstrak ditambahkan dengan kloroform dan disaring hingga didapat filtrat. Kemudian ditambahkan asetat anhidrat, direbus dan didinginkan. Setelah itu, ditambahkan asam sulfat pada dinding tabung dan diamati perubahan warna yang terjadi. Alasan digunakannya asam asetat anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan membentuk turunan asetil didalam kloroform. Sedangkan alasan penggunaan kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam pelarut tersebut dan yang paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air. Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak akan terbentuk (Soegiharjo, 2013). Hasil positif jika mengandung fitosterol yaitu terbentuknya cincin coklat pada batas larutan saat ditambah H2SO4 serta terlihat warna hijau saat larutan diteteskan pada plat tetes. Perubahan warna tersebut disebabkan karena terjadinya oksidasi pada golongan senyawa terpenoid atau steroid melalui pembentukan ikatan rangkap terkonjugasi. Prinsip reaksi uji fitosterol yaitu kondensasi atau pelepasan H2O dan penggabungan karbokation. Reaksi diawali dengan proses asetilasi gugus hidroksi menggunakan asam asetat anhidrida. Gugus asetil yang merupakan gugus pergi yang baik akan lepas, sehingga terbentuk ikatan rangkap. Selanjutnya terjadi pelepasan gugus hidrogen beserta elektronnya dan mengakibatkan ikatan rangkap berpindah. Senyawa ini mengalami resonansi yang bertindak sebagai elektrofil atau karbokation. Serangan karbokation menyebabkan adisi elektrofilik dan diikuti dengan pelepasan hidrogen kemudian gugus hidrogen beserta elektronnya dilepas akibat senyawa mengalami perpanjangan konjugasi yang memperlihatkan munculnya cincin coklat. Reaksi fitosterol yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). 

Fenolik memiliki cincin aromatik yang terdiri dari satu atau lebih gugus hidroksi (OH-) dan gugus–gugus lain penyertanya. Dalam keadaan murni, senyawa fenol berupa zat padat yang tidak berwarna, tetapi jika teroksidasi akan berubah menjadi gelap. Kelarutan fenol dalam air akan bertambah jika gugus hidroksil makin banyak. Senyawa fenolik memiliki aktivitas biologik yang beraneka ragam, dan banyak digunakan dalam reaksi enzimatik oksidasi kopling sebagai substrat donor H. Reaksi oksidasi kopling selain membutuhkan suatu oksidator juga memerlukan adanya suatu senyawa yang dapat mendonorkan H. Senyawa fenolik merupakan contoh ideal dari senyawa yang mudah mendonorkan atom H. Struktur senyawa fenol yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). Cara kerja identifikasi fenolik yaitu ekstrak ditambahkan dengan FeCl3 dan diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil positif menunjukkan perubahan warna hijau kehitaman. Ketika ditambahkan FeCl3 akan terjadi perubahan warna hijau, merah, ungu atau hitam yang kuat. Terbentuknya warna hijau kehitaman disebabkan karena gugus fenolik bereaksi dengan Fe3+ membentuk senyawa kompleks. Reaksi gugus fenolik dengan FeCl3 yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). 

Tanin merupakan zat organik yang sangat kompleks dan terdiri dari senyawa fenolik. Tanin ini disebut juga asam tanat, galotanin atau asam galotanat. Kegunaan Tanin yaitu sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat massa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman, anti hama bagi tanaman sehingga mencegah serangga dan fungi, digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman, pada industri farmasi tanin digunakan sebagai antiseptik pada jaringan luka, misalnya luka bakar yaitu dengan cara mengendapkan protein. Selain itu tanin juga digunakan untuk campuran obat cacing dan anti kanker. Tanin dapat berperan sebagai antidotum (keracunan alkaloid) dengan cara mengeluarkan asam tamak yang tidak terlarut. Pada industri minuman tanin juga digunakan untuk pengendapan serat – serat organik pada minuman anggur atau bir. Struktur tanin yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). Cara kerja identifikasi tanin yaitu ekstrak ditambahkan 1 % gelatin yang mengandung NaCl dan diamati perubahan warnanya. Hasil positif uji tanin yaitu terbentuk endapan berwarna putih. Penambahan NaCl yaitu untuk mempertinggi penggaraman dari tanin-gelatin. Terbentuk endapan putih tersebut disebabkan karena tanin dapat menggumpalkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air. Reaksi tanin dengan gelatin yang mengandung NaCl yaitu sebagai berikut. + (Soegiharjo, 2013).

 Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang terdapat dalam hampir semua tumbuhan. Di dalam tumbuhan flavonoid biasanya berikatan dengan gula sebagai glikosida. Molekul yang berikatan dengan gula tadi disebut aglikon. Aglikon flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur yang semuanya mengandung kerangka dasar dengan 15 atom karbon, dimana dua cincin benzen (C-6¬) terikat pada satu rantai propan (C-3) sehingga membentuk suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur 1,3-diarilpropan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan dari sistem 1,3-diarilpropan. Struktur flavonoid yaitu sebagai berikut. Struktur flavonoid terdiri dari ikatan-ikatan sebagai berikut. 1. Ikatan rangkap karbon–karbon C=C (aromatik) 2. Ikatan rangkap karbon–oksigen C=O (keton) 3. Ikatan tunggal karbon–oksigen C–O (eter) 4. Ikatan tunggal karbon–hidrogen C–H (aromatik) 5. Ikatan tunggal oksigen–hidrogen O–H (fenol) (Soegiharjo, 2013). Cara kerja identifikasi flavonoid yaitu dengan reagen alkali dan timbal asetat. Tujuannya yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil uji flavonoid dari pereaksi yang bersifat basa atau garam. Pada uji dengan reagen alkali, ekstrak ditambahkan NaOH 4 %. Hasil positif menunjukkan perubahan warna kuning intens dan akan memudar jika ditambahkan larutan asam lemah. Hal itu disebabkan karena terjadinya konjugasi dari gugus aromatik. Sedangkan pada uji dengan timbal asetat, ekstrak ditambahkan dengan larutan timbal asetat. Hasil positif jika terbentuk endapan kuning. Hal itu disebabkan karena terjadi pemutusan karbon C3 yang mencirikan asetofenon berwarna kuning. Reaksi flavonoid yaitu sebagai berikut. + NaOH Na+ OH- Kuning intens + Endapan kuning (Soegiharjo, 2013). 

Senyawa diterpenoid adalah senyawa C20 yang bila diamati secara seksama dapat terlihat tersususun dari empat unit isoperana C5 (2-metil-1,3-butadiena) yang terikat satu sama lain dalam pola kepala-ekor secara simetris. Konfigurasi ini dalam alam akan membentuk dasar dari aturan biogenetik isoperana, mengantarkan pada pendapat bahwa diterpenoid asiklik geranil-geraniol adalah dalam bentuk pirofosfatnya merupakan prazat dari sejumlah diterpenoid yang kompleks. Tetapi baru sekarang geranil-geraniol ditemukan dalam alam dan konversi biologiknya menjadi diterpenoid yang kompleks diteliti dengan studi biogenetik ini dan catatan dari struktur dari sejumlah diterpenoid. Manfaat diterpenoid diantaranya yaitu sebagai pengatur pertumbuhan, sebagai hormon pertumbuhan tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, inhibitor tumor, senyawa pemanis, dan anti karsinogen (diterpenoid) serta sebagai antibakteri pada herba meniran. Struktur diterpen yaitu sebagai berikut. (Soegiharjo, 2013). Cara kerja identifikasi diterpenoid yaitu dengan reagen tembaga asetat. Ditambahkan tembaga asetat sekitar 3-4 tetes. Hasil positif menunjukkan perubahan warna hijau zamrud. Perubahan warna itu terjadi karena gugus fungsi diterpenoid bereaksi dengan temabaga asetat. Reaksi uji diterpenoid yaitu sebagai berikut. CuHCOOH COOHCu (Soegiharjo, 2013).

 Hasil dari praktikum ini yaitu negatif pada uji alkaloid baik Mayer maupun Dragendroff, uji saponin dengan foam test dan uji flavonoid dengan reagen alkali NaOH. Sedangkan hasil positif terdapat pada uji fitosterol dengan reagen Liebermann burchad, uji fenolik dengan FeCl3, uji tanin dengan gelatin NaCl, uji flavonoid dengan timbal asetat dan uji diterpen dengan tembaga asetat. Pada praktikum ini juga dilakukan identifikasi metabolit sekunder dengan menggunakan pelarut akuades dan etanol. Hal itu dilakukan untuk mengetahui perbedaan hasilny dan dapat dibandingkan. Hasil positif dengan menggunakan pelarut akuades hanya tanin. Sedangkan uji yang lainnya negatif. Pada identifikasi menggunakan etanol, hasil negatif terdapat pada uji alkaloid reagen Mayer, fitosterol dan fenolik. Sedangkan uji yang lainnya positif. Jika dibandingkan dengan literatur hasil ini tidak sesuai karena kandungan kimia akar saluang belum yaitu steroid dan flavonoid (Roskov et al, 2000).

 VIII.KESIMPULAN DAN SARAN 
8.1 Kesimpulan 
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut. 
1 Skrinning fitokimia komponen kimia bahan alam adalah suatu uji dengan mengamati golongan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan 
2 Hasil positif terdapat pada uji fitosterol dengan reagen Liebermann burchad, uji fenolik dengan FeCl3, uji tanin dengan gelatin NaCl, uji flavonoid dengan timbal asetat dan uji diterpen dengan tembaga asetat 

 8.2 Saran 
Saran dari praktikum ini yaitu sampel bahan dan alat yang digunakan diperhatikan kebersihannya agar hasil yang didapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diinginkan. 

 DAFTAR PUSTAKA 

Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Penebar Swadaya, Jakarta. 

 Artini, P. E. U. D., K. Astuti & N. K. Warditiani. 2013. Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana. 2: 1- 10. 

 Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya, Jakarta. 

 Kumalasari, E & S. Nanik. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen.) Terhadap Candida albicans serta Skrinning Fitokimia. Jurnal Ilmiah Kefarmasian. 1: 51-62. 

 M. D. Soerya., S. Venty & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi. 1: 26-31. 

 Roskov, Y., T. Kunze, T. Orrell & L. Abucay. 2000. Species and Catalogue of Life. Reading, UK.

 Soegiharjo, C. J. 2013. Farmakognosi. Citra Aji Parama, Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Praktikum DETEKSI MIKROBIOTA NORMAL

Sediaan eliksir

IDENTIFIKASI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK