fraksinasi

FRAKSINASI BAHAN ALAM AKAR SALUANG BELUM (Luvunga crassifolia (Blume) kurz)

LATAR BELAKANG 

Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara reguler. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68 % penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80 % penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Tindakan untuk mendukung hal tersebut maka dilakukan pengembangan obat tradisional melalui penelitian-penelitian ilmiah terbaru dan diproduksi secara modern agar bisa dimanfaatkan sebagai obat untuk kepentingan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Proses saintifikasi tersebut sangat penting agar penggunaan obat tradisional tidak berdasarkan pengalaman saja tetapi memiliki bukti ilmiah sehingga bisa digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan formal yang modern (Agromedia, 2008). 

Fraksinasi adalah proses pemisahan kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi komposisi perubahan menurut kelandaian). Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedangkan fraksi yang lebih ringan akan berada di atas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, resin, lilin, tanin dan zat warna adalah bahan penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik (Soegiharjo, 2013). Tumbuhan yang akan dilakukan uji yaitu saluang belum. Bagian dari tanaman yang dipakai yaitu akarnya. Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid. Tumbuhan ini memiliki khasiat untuk kejantanan laki-laki (Soegiharjo, 2013). Ekstrak akar saluang belum merupakan campuran dari berbagai senyawa. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama (Mukhriani, 2014). TUJUAN PRAKTIKUM Tujuan praktikum ini yaitu untuk memahami dan melakukan pemisahan cair-cair senyawa dari bahan alam dengan corong pisah. 

 TINJAUAN PUSTAKA 

3.1 Uraian Tumbuhan 
3.1.1 Klasifikasi 
Klasifikasi tumbuhan saluang belum yaitu sebagai berikut: 
Kingdom : Plantae 
Divisi : Tracheophyta 
Kelas : Magnoliopsida 
Ordo : Sapindales 
Familia : Rutaceae 
Genus : Luvunga 
Species : Luvunga crassifolia (Roskov et al, 2000). 

 3.1.2 Deskripsi tumbuhan 
Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik–bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

3.1.3 Senyawa kimia tumbuhan 
Bagian kayu dan akar merupakan bagian yang dipakai dalam pengobatan herbal. Hal itu disebabkan pada bagian tersebut memiliki metabolit sekunder yang memiliki khasiat sebagai obat. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid (Soegiharjo, 2013).

 3.1.4 Khasiat dan kegunaan 
Khasiat saluang belum yaitu untuk meningkatkan gairah dan kekuatan laki-laki. Cara penggunaannya yaitu dengan menuangkan air panas atau hangat kedalam gelas kayu saluang belum. Kemudian air didiamkan hingga dingin sampai bisa diminum. Fungsi air panas itu untuk memepercepat keluarnya zat-zat alami yang terdapat pada saluang belum yang bagus dikonsumsi untuk pengobatan. Rasanya pun pahit sekali karena itu berfungsi sebagai jamu (Soegiharjo, 2013). 

 3.2 Fraksinasi 
Fraksinasi adalah proses pemisahan kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih berat akan berada paling dasar sedangkan fraksi yang lebih ringan akan berada di atas. Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton, benzena, etanol, diklorometana atau campuran pelarut tersebut. Asam lemak, resin, lilin, tanin dan zat warna adalah bahan penting dan dapat diekstraksi dengan pelarut organik. Fraksinasi dalam arti lain yaitu suatu teknik pemisahan untuk larutan yang mempunyai perbedaan titik didih yang tidak terlalu jauh yaitu sekitar 30 oC atau lebih (Gunawan & Mulyani, 2004). 

 Partisi zat-zat trelarut antara dua cairan yang tidak campur menawarkan banyak kemungkinan yang menarik untuk pemisahan analitis. Bahkan dimana tujuan primer bukan untuk analitis namun preparatif. Ekstraksi pelarut merupakan suatu langkah penting untuk menghasilkan suatu produk murni dalam laboratorium organik, anorganik atau biokimia. Meskipun kadang-kadang digunakan peralatan yang rumit namun seringkali diperlukan hanya sebuah corong pisah. Seringkali suatu pemisahan ekstraksi pelarut dapat diselesaikan dalam beberapa menit, pemisahan ekstraki biasanya bersih dalam arti tidak ada analog kopresipitasi dengan suatu sistem yang terjadi (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Ekstraksi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia di antara 2 fase pelarut yang tidak saling bercampur dimana sebagian komponen terlarut pada fase pertama dan sebagian terlarut pada fase kedua. Kemudian kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok dan setelah itu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna sehingga terbentuk dua lapisan fase cair. Sedangkan komponen kimia akan terpisah. Jika suatu cairan ditambahkan ke dalam ekstrak cairan lain yang tidak dapat bercampur dengan cairan pertama maka akan terbentuk 2 lapisan. Salah satu komponen dari campuran akan terlarut ke dalam dua lapisan tersebut (biasanya disebut fase) dan setelah beberapa waktu akan dicapai kesetimbangan konsentrasi dalam kedua lapisan tersebut. Waktu yang diperlukan untuk tercapainya kesetimbangan biasanya dipersingkat dengan pencampuran kedua fase tersebut dalam corong pisah (Widyaningrum, 2011). 

Cara kerja pemisahan pada tanaman yaitu sebagai berikut. Ekstrak metanol ditimbang sebanyak 1 gram Ekstrak kemudian dilarutkan dengan 15 ml heksan dan dimasukkan dalam coromg pisah Ekstrak yang tidak larut disuspensikan dengan 5 ml air dan dimasukkan ke dalam corong pisah Corong pisah di kocok hingga homogen dan didiamkan selama beberapa saat hingga terbentuk 2 lapisan pelarut Lapisan heksan kemudian ditampung dan lapisan air dimasukkan kembali dan ditambahkan 15 ml heksan yang baru, penggantian pelarut heksan yang baru dilakukan sebanyak 3 kali Lapisan heksan yang diperoleh kemudian diuapkan, ekstrak heksam yang diperoleh kemudian ditimbang dan sebagian dimasukkan kedalam vial Lapisan air kemudian ditambahkan dengan pelarut n-butanol jenuh air sebanyak 15 ml didalam corong pisah dan kemudian dikocok Corong pisah didiamkan selama beberapa sesaat hingga terbentuk 2 lapisan pelarut Lapisan ke dua pelarut yang terbentuk ditampung di dalam 2 wadah yang berbeda Ekstrak n-butanol diuapkan hingga terbentuk ekstrak yang kental Ekstrak kental ditimbang dan kemudian sebagian dimasukkan ke dalam vial Dilakukan identifikasi senyawa dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan menggunakan eluen polar dan non-polar dengan penampak noda oleh sinar UV serta pereaksi H2SO4 (Gunawan & Mulyani, 2004) . 

Memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah kepolaran. Kepolaran dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus OH dan COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar dan senyawa nonpolar aan lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar. Derajat kepolaran tergantung kepada ketetapan dielektrik. Semakin besar tetapan dielektrik maka semakin polar juga pelarut tersebut (Soegiharjo, 2013). Macam – macam proses fraksinasi yaitu sebagai berikut. 

Proses fraksinasi kering (winterization) 
Fraksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses yang lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah 

 Proses fraksinasi basah (wet fractination) 
Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan zat pembasah (wetting agent) atau disebut juga proses hydrophilization atau detergent proses. Hasil fraksi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering Proses fraksinasi dengan menggunakan solven Proses fraksinasi ini adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan dengan proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut 

 Proses fraksinasi dengan pengembunan (fractional condentation) 
Proses fraksinasi ini merupakan suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada titik didih dari suatu zat/ bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemurnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksi lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi (Gunawan & Mulyani, 2004) . 

Destilasi terfraksi berbeda dengan destilasi biasa. Karena terdapat suatu kolom fraksinasi, dimana terjadi suatu proses refluks. Proses refluks pada destilasi ini dilakukan agar pemisahan campuran dapat terjadi dengan baik. Kolom fraksinasi berfungsi agar kontak antara cairan dengan uap terjadi lebih lama. Sehingga komponen yang lebih ringan dengan titik didih yang lebih rendah akan terus menguap dan masuk ke kondensor. Sedangkan komponen yang lebih besar akan kembali ke dalam labu destilasi. Perbedaan destilasi fraksinasi dan destilasi sederhana adalah adanya kolom fraksinasi. Pada kolom tersebut terjadi pemanasan secara bertahap dengan suhu yang berbeda-beda pada setiap platnya. Pemanasan yang berbeda-beda ini bertujuan untuk pemurnian destilat yang lebih dari plat-plat di bawahnya. Semakin ke atas, semakin tidak volatil cairannya (Soegiharjo, 2013). Kolom fraksinasi digunakan untuk memberikan luas permukaan yang besar agar uap yang berjalan naik dan cairan yang turun dapat bersentuhan. Pada prakteknya, kolom tutup gelembung kurang efektif untuk pekerjaan di laboratorium. Hasilnya relatif terlalu sedikit bila dibandingkan dengan besar bahan yang ada di dalam kolom. Dengan kata lain kolom tutup gelembung memiliki keluaran yang kecil dengan sejumlah besar bahan yang masih tertahan di dalam kolom. Keefektifan kolom ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti cara pengaturan bahan di dalam kolom, pengaturan temperatur, panjang kolom dan kecepatan penghilangan hasil destilasi. Satuan dasar efisiensi adalah tinggi yang setara dengan sebuah lempeng teoritis (HETP atau H). Besarnya H sama dengan panjang kolom dibagi dengan jumlah plat teoritis. Banyaknya plat teoritis H bergantung pada sifat campuran yang dipisahkan (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Proses ekstraksi memerlukan ekstrak awal. Ekstrak awal merupakan campuran dari berbagai senyawa. Ekstrak awal sulit dipisahkan melalui teknik pemisahan tunggal untuk mengisolasi senyawa tunggal. Oleh karena itu, ekstrak awal perlu dipisahkan ke dalam fraksi yang memiliki polaritas dan ukuran molekul yang sama. Fraksinasi dapat dilakukan dengan metode ektraksi cair-cair atau dengan kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi kolom (KK), size-exclution chromatography (SEC), solid-phase extraction (SPE) (Mukhriani, 2014). Sebelum ekstrak difraksinasi, terlebih dahulu dianalisis KLT dan dideteksi dengan lampu UV dan penyemprotan larutan serum sulfat 1,5 %. Kemudian dipanaskan sehingga tampak spot untuk menentukan eluen yang sesuai dalam proses fraksinasi. Fraksinasi dilakukan dengan menggunakan KKV, KKT dan KKG dengan eluen yang sesuai berdasarkan analisis KLT. Nilai Rf yang sama digabung kemudian dievaporasi sampai kering. Uji kemurnian isolat dilakukan dengan 3 sistem eluen yang berbeda dan penentuan titik leleh isolat (Salempa, 2012). 

Pembahasan 
Judul praktikum ini yaitu fraksinasi bahan alam akar saluang belum. Tujuannya yaitu agar mahasiswa dapat memahami dan melakukan pemisahan cair-cair senyawa dari bahan alam dengan corong pisah. Fraksinasi adalah proses pemisahan kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi komposisi perubahan menurut kelandaian). Prinsip fraksinasi yaitu pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolaran. Pembagian atau pemisahan ini terjadi karena adanya perbedaan berat jenis dari tiap fraksi, fraksi yang berat jenis lebih besar akan berada paling dasar sedangkan fraksi yang berat jenis lebih kecil akan berada di atas (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Pelarut yang digunakan pada praktikum ini yaitu n-heksan, etil asetat dan n-butanol. n-heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Awalan heks merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran ana berasal dari alkana yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. N-heksana merupakan pelarut polar. Sifat fisika senyawa ini yaitu berupa cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air dan memiliki bobot molekul 86,2 gram/mol. Sedangkan sifat kimianya yaitu memiliki titik lebur -95°C, titik didih 69°C (pada 1 atm) dan densitas 0,6603 gr/ml pada 20°C (Munawaroh dan Prima, 2010). Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus CH3CH2OCOCH3/ CH3COOC2H5. Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud cairan, tak berwarna tetapi memiliki aroma yang khas. Etil asetat merupakan pelarut semipolar yang mudah menguap, tidak beracun dan tidak higroskopis. Berat Molekul etil asetat 88,12 gr/mol. Etil asetat dapat melarutkan air hingga 30 % dan larut dalam air hingga kelarutan 8 % pada suhu kamar. Kelarutannya meningkat pada suhu yang lebih tinggi, namun senyawa ini tidak stabil dalam air yang mengandung basa atau asam. Densitas etil asetat 0,89 gr/cm3. Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa yang menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Katalis yang digunakan adalah asam sulfat (H2SO4) karena berlangsungnya reaksi. Reaksi kebalikan hidrolisis yaitu esterifikasi Fisher. Untuk memperoleh hasil rasio yang tinggi biasanya digunakan asam kuat dengan proposi stoikiometri, misalnya natrium hidroksida. Reaksi ini menghasilkan etanol dan natrium asetat yang tidak dapat di reaksi lagi dengan etanol (Gunawan & Mulyani, 2004). 

n-butanol merupakan cairan jernih tidak berwarna dan berbau khas. n-butanol mengandung gugus OH sehingga keduanya dapat membentuk ikatan hidrogen. n-butanol dapat larut dalam air karena membentuk ikatan hidrogen dengan air. Selain itu, antarmolekulnya sendiri juga membentuk ikatan hidrogen. N-butanol sangat mudah larut daam aseton bercampur dengan etanol, etil eter. Rumus kimia n-butanol yaitu C4H9OH. Berat molekul 74,12 g/ml. Berat jenisnya yaitu 0,81 g/ml. Sifat n-butanol adalah sebagai zat amfoter yang artinya dapat bertindak sebagai asam (donor proton) atau sebagai basa (akseptor proton). n-butanol merupakan pearut polar (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Pelarut polar dan nonpolar memiliki perbedaan. Pelarut polar mempunyai tetapan dielektrik tinggi sehingga dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion dengan muatan elektron yang berlawanan, mempunyai kekuatan muatan yang tinggi untuk memecahkan ikatan kovalen pada elektrolit kuat dengan membentuk reaksi asam basa (bersifat ampiprotik) dan mempunyai kekuatan untuk menginvasi molekul serta ion dengan gaya interaksi dipol terutama pembentukan ikatan hidrogen sehingga menyebabkan suatu senyawa dapat larut. Sedangkan pelarut nonpolar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah yang disebabkan karena mempunyai tetapan dielektrik yang lemah, tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena bersifat aprotik dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan pelarut nonelektrolit sehingga zat terlarut yang bersifat ionik dan bersifat polar tidak dapat larut serta hanya sedikit larut dalam pelarut nonpolar (Gunawan & Mulyani, 2004). Urutan pelarut yang digunakan yaitu n-heksan (nonpolar), etil asetat (semipolar) dan n-butanol (polar). Pelarut dimasukkan secara bergantian berdasarkan kepolarannya mulai dari yang paling tidak polar hingga yang paling polar. Hal ini bertujuan agar sampel ekstrak yang digunakan tidak rusak karena komponen sampel bisa rusak jika pelarut yang digunakan secara acak atau tidak beraturan dan juga karena pelarut semipolar dapat menarik pelarut polar maupun semipolar (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Cara kerja praktikum ini dilakukan menjadi 3 tahap yaitu fraksinasi dengan n–heksan, etil asetat dan n-butanol. Pada fraksinasi n-heksan, ekstrak disuspensikan dengan aquades sebanyak dua kali bobot ekstrak. Tujuannya yaitu untuk melarutkan ekstrak, namun pelarut yang digunakan tidak harus dua kali bobot ekstrak tapi boleh lebih dan kurang, asalkan ekstrak tersebut dapat terlarut. Setelah disuspensikan dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan 30 ml n-heksan. Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang fungsinya untuk memisahkan dua cairan yang tidak bercampur karena kepolarannya yang berbeda. Pemisahan dengan corong pisah hanya bisa digunakan untuk pemisahan cair dengan cair. Caranya yaitu dilakukan pengocokkan corong pisah dan sesekali buka kerannya untuk mengeluarkan gas yang mungkin terbentuk saat pengocokan. Saat membuka corongnya, perhatikan bahwa posisi cairan tidak berada pada mulut tabung, serta tidak diarahkan gas yang keluar kepada manusia karena berbahaya. 

Ada 2 macam corong pisah. 
1. Corong pisah berbentuk silinder 
 2. Corong pisah berbentuk buah pear 
 Corong pisah berbentuk buah pear terdapat mulut corong, keran, dan bagian atas corong. Corong Pisah ini yang paling banyak digunakan untuk proses pemisahan. Untuk penggunaannya yang tepat dapat dilihat pada gambar dibawah. (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Lapisan yang diambil pada fraksinasi n-heksan yaitu lapisan atas (n-heksan). Terbentuk dua lapisan disebabkan karena adanya perbedaan berat jenis, n-heksan merupakan pelarut organik dan semua pelarut organik memiliki berat jenis yang lebih kecil daripada air. Sehingga selalu ada dilapisan atas jika digunakan bersama air. Fraksinasi ini dilakukan sebanyak dua kali replikasi. Tujuan replikasi yaitu untuk membandingkan hasil yang didapat, apakah sudah sesuai atau belum dan apakah ada perbedaan yang signifikan serta agar hasil fraksi yang didapat jumahnya lebih banyak. Kemudian hasil repikasi tersebut digabung dan diuapkan sampai bobot tetap. Tujuan penguapan yaitu untuk menghilangkan kandungan air yang masih terdapat pada ekstrak cair, sehingga didapatkan berat konstan atau tetap. Berat konstan atau tetap yaitu berat sampel yang sudah tidak berubah lagi karena kandungan air sudah tidak ada lagi (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Cara kerja fraksinasi etil asetat sebenarnya hampir sama dengan fraksinasi n-heksan. Namun perbedaannya hanya bahan awal yang digunakan dalam fraksi ini yaitu fraksi air hasil dari fraksinasi n-heksan. Sedangkan cara kerja fraksinasi n-butanol yaitu pelarut n-butanol perlu dijenuhkan terlebih dahulu dengan mencampurkan n-butanol dengan air, dimasukkan dalam corong pisah, digojog sambil dibuka krannya, didiamkan selama 20 menit dan diambil lapisan atas sebagai n-butanol jenuh. Tujuan penjenuhan yaitu agar n-butanol dapat bersifat polar dan tidak bisa ditambah atau menarik air lagi. Suhu pada saat penguapan fraksi diperlukan, agar tidak lebih dari titik didih pelarutnya. Karena jika suhunya berlangsung lebih dari titik didih dikhawatirkan kandungan sampel ikut menguap Titik didih n-heksan yaitu 69 oC, etil asetat 77,1 oC dan n-butanol 117,17 oC (Gunawan & Mulyani, 2004).

 Pelarut lain yang biasa digunakan yaitu sebagai berikut. Nama pelarut Tetapan dielektrik N-heksan Heptana Sikloheksana Karbontetraklorida Benzena Kloroform Eter Etil aseat Piridina Aseton Etanol Metanol Air 1,890 1, 94 2,023 2,238 2,284 4,806 4,340 6,020 12,300 20,700 24,300 33,620 80,370 (Gunawan & Mulyani, 2004). Rendemen merupakan persen zat ekstrak yang dikandung sampel yang merupakan persentase perbandingan berat ekstrak kental dan ekstrak yang belum diuapkan (Soegiharjo, 2013). Hasil dari praktikum ini yaitu didapat rendemen fraksi n-heksan 3,253 %. Rendemen etil asetat didapat 0,932 %. Sedangkan rendemen fraksi n-butanol yaitu 0,822 %.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut. 
 Fraksinasi adalah proses pemisahan kuantitas tertentu dari campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa jumlah kecil (fraksi komposisi perubahan menurut kelandaian) atau pemisahan senyawa-senyawa berdasarkan tingkat kepolaran Pemisahan dengan corong pisah hanya bisa digunakan untuk pemisahan cair dengan cair yang dilakukan dengan cara pengocokkan corong pisah dan sesekali buka kerannya untuk mengeluarkan gas yang mungkin terbentuk saat pengocokan Hasil dari praktikum ini yaitu didapat rendemen fraksi n-heksan 3,253 %, fraksi etil asetat 0,932 % dan fraksi n-butanol 0,822 %

Saran dari praktikum ini yaitu sampel bahan dan alat yang digunakan diperhatikan kebersihannya agar hasil yang didapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diinginkan. 

 DAFTAR PUSTAKA 

Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Penebar swadaya, Jakarta. 

 Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya, Jakarta. 

 Mukhriani, 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. 7: 361-367. 

 Munawaroh, S & A. H. Prima. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik. 2: 73-78. 

 Roskov, Y., T. Kunze, T. Orrell & L. Abucay. 2000. Species and Catalogue of Life. Reading, UK.

 Salempa, P. 2012. Fitosteroid dari Fraksi Kloroform Kayu Akar Bayur (Pterospermum Subpeltatum C.B. Rob). Jurnal Chemica. 13: 47-50. 

 Soegiharjo, C. J. 2013. Farmakognosi. Citra Aji Parama, Yogyakarta. 

 Widyaningrum, H. 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara. Medpress, Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Praktikum DETEKSI MIKROBIOTA NORMAL

Sediaan eliksir

IDENTIFIKASI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK