ekstraksi

EKSTRAKSI SAMPEL TUMBUHAN SALUANG BELUM (Luvunga crassifolia (Blume) kurz)

 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan. Diantara jenis-jenis tumbuhan tersebut ada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Orang-orang dulu meyakini bahwa tumbuhan tersebut memiliki khasiat obat karena penyakit dan naluri untuk mempertahankan hidup. Walaupun dalam bentuk yang sederhana, namun khasiatnya tidak diragukan lagi (Agromedia, 2008). Metode pemisahan merupakan aspek penting karena kebanyakan materi yang terdapat di alam berupa campuran. Untuk memperoleh materi murni dari suatu campuran, kita harus melakukan pemisahan. Berbagai teknik pemisahan dapat diterapkan untuk memisahkan campuran. Proses pemisahan bahan alam digunakan untuk mendapatkan dua atau lebih produk yang lebih murni dari suatu campuran senyawa kimia. Sebagian besar senyawa kimia ditemukan di alam dalam keadaan yang tidak murni. Biasanya, suatu senyawa kimia berada dalam keadaan tercampur dengan senyawa lain. Untuk beberapa keperluan seperti sintesis senyawa kimia yang memerlukan bahan baku senyawa kimia dalam keadaan murni atau proses produksi suatu senyawa kimia dengan kemurnian tinggi sehingga proses pemisahan perlu dilakukan (Soegiharjo, 2013). 

Proses pemisahan suatu campuran dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode pemisahan yang dipilih bergantung pada fasa komponen penyusun campuran. Suatu campuran dapat berupa campuran homogen (satu fasa) atau campuran heterogen (lebih dari satu fasa). Suatu campuran heterogen dapat mengandung dua atau lebih fasa: padat-padat, padat-cair, padat-gas, cair-cair, cair-gas, gas-gas, campuran padat-cair-gas, dan sebagainya. Pada berbagai kasus, dua atau lebih proses pemisahan harus dikombinasikan untuk mendapatkan hasil pemisahan yang diinginkan (Widyaningrum, 2011). Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat pada bahan alam atau dari dalam sel menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang tealah ditetapkan (Soegiharjo, 2013). 

Tumbuhan yang akan dilakukan uji yaitu saluang belum. Bagian dari tanaman yang dipakai yaitu akarnya. Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid. Tumbuhan ini memiliki khasiat untuk kejantanan laki-laki (Soegiharjo, 2013). Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik – bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

 TUJUAN PRAKTIKUM 
Tujuan praktikum ini yaitu mahasiswa dapat melakukan dan memahami proses ekstraksi sampel tumbuhan. 

 TINJAUAN PUSTAKA 
3.1 Uraian Tumbuhan 
3.1.1 Klasifikasi 
Klasifikasi tumbuhan saluang belum yaitu sebagai berikut: 
Kingdom : Plantae 
Divisi : Tracheophyta 
Kelas : Magnoliopsida 
Ordo : Sapindales 
Familia : Rutaceae 
Genus : Luvunga 
Species : Luvunga crassifolia (Roskov et al, 2000). 

 3.1.2 Deskripsi Tumbuhan 
Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik – bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

3.1.3 Senyawa Kimia Tumbuhan 
Bagian kayu dan akar merupakan bagian yang dipakai dalam pengobatan herbal. Hal itu disebabkan pada bagian tersebut memiliki metabolit sekunder yang memiliki khasiat sebagai obat. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid (Soegiharjo, 2013). 

3.1.4 Khasiat dan Kegunaan 
Khasiat saluang belum yaitu untuk meningkatkan gairah dan kekuatan laki-laki. Cara penggunaannya yaitu dengan menuangkan air panas atau hangat kedalam gelas kayu saluang belum. Kemudian air di diamkan hingga dingin sampai bisa diminum. Fungsi air panas itu untuk memepercepat keluarnya zat-zat alami yang terdapat pada saluang belum yang bagus dikonsumsi untuk pengobatan. Rasanya pun pahit sekali karena itu berfungsi sebagai jamu (Soegiharjo, 2013). 

 Ekstraksi 
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai. Kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan menggunakan tekanan. Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat (Depkes RI, 1995). 

Pengeringan merupakan proses pengawetan simplisia sehingga simplisia tahan lama dalam penyimpanan. Pengeringan juga dapat menghindari terurainya kandungan kimia karena pengaruh enzim. Pengeringan yang cukup akan mencegah pertumbuhan mikroorganisme dan kapang (jamur). Jamur Aspergillus flavus akan menghasilkan aflatoksin yang sangat beracun dan dapat menyebabkan kanker hati. Simplisia yang sudah kering ditandai dengan mudah patah. Menurut persyaratan obat tradisional pengeringan dilakukan sampai dengan kadar air tidak lebih dari 10%. Pengeringan sebaiknya tidak dilakukan di bawah sinar matahari langsung, melainkan dengan lemari pengering yang dilengkapi dengan kipas penyedot udara sehingga terjadi sirkulasi yang baik. Bila terpaksa dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari maka perlu ditutup dengan kain hitam unuk menghindari terurainya kandungan kimia dan debu. Agar proses pengeringan berlangsung lebih singkat bahan harus dibuat rata dan tidak bertumpuk. Namun perlu diupayakan sehingga tidak merusak kandungan aktifnya (Soegiharjo, 2013). 

Simplisia ada juga yang memerlukan perajangan agar proses pengeringan berlangsung cepat. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin perajang dengan ketebalan yang sesuai. Apabila terlalu tebal maka proses pengeringan akan terlalu lama dan kemungkinan dapat membusuk atau berjamur. Perajangan yang terlalu tipis akan berakibat rusaknya kandungan kimia karena oksidasi atau reduksi (Widyaningrum, 2011). Cairan pelarut penting dalam pembuatan suatu ekstrak. Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting adalah sifat kepolaran yang dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yaitu gugus OH dan COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar da senyawa nonpolar akan lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar. Derajat kepolaran tergantung pada ketepatan dielektrik. Semakin besar tetapan dielektrik maka semakin polar pelarut tersebut (Soegiharjo, 2013). 

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi yaitu sebagai berikut: Bentuk atau tekstur bahan yang digunakan Kandungan air dari bahan yang diekstraksi Jenis senyawa yang akan diekstraksi Sifat senyawa yang akan diekstraksi (Gunawan & Mulyani, 2004). Pemilihan metode ekstraksi untuk bahan yang bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara maserasi. Sedangkan kulit dan akar sebaiknya dengan menggunakan metode perkolasi. Selain itu, untuk bahan yang tahan terhadap panas maka sebaiknya diekstraksi dengan metode sokhletasi (Soegiharjo, 2013). Proses ekstraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini ditujukan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia tidak tahan panas dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Maserasi merupakan metode ekstraksi secara dingin. Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun. Contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak atau lipid (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapipengaduk mekanik. Kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar serta terlindung dari cahaya sambil diaduk. Selama 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wada penampung. Setelah itu, ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya serta diaduk dan disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari. Endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Gunawan & Mulyani, 2004). Kelebihan cara penyarian maserasi yaitu cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat minimal. Sedangkan kekurangannya yaitu pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Sokhletasi adalah metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk sampel kering dan metanol (CH3OH ) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan. Nama lain yang digunakan sebagai pengganti sokhletasi adalah pengekstrakan berulang–ulang (continous extraction) dari sampel pelarut (Soegiharjo, 2013). Sampel adalah bahan alam yang belum mengalami proses apapun juga. Metode sokhletasi yang dilakukan memiliki kelebihan dan kekurangan Berikut adalah kelebihan metode sokhletasi: Sampel terekstraksi dengan sempurna Proses ekstraksi lebih cepat Pelarut yang digunakan sedikit. Sedangkan kelemahan dari metode sokhletasi adalah sampel yang digunakan harus sampel yang tahan panas atau tidak dapat digunakan pada sampel yang tidak tahan panas. Karena sampel yang tidak tahan panas akan teroksidasi atau tereduksi ketika proses sokletasi berlangsung (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Syarat–syarat suatu larutan dapat digunakan sebagai pelarut dalam proses sokhletasi yaitu sebagai berikut: Pelarut yang digunakan tersebut memiliki titik didih berbeda dengan bahan sampel yaitu lebih kecil dari titik didih sampel Mudah menguap Pelarut tersebut harus dipisahkan dengan cepat setelah penyarian. Pelarut harus merupakan pelarut yang sesuai untuk bahan yang akan disokhletasi (Gunawan & Mulyani, 2004). Cara mengetahui bahan yang terkandung dalam senyawa yaitu setelah penyarian perlu dilarutkan dengan larutan tertentu untuk suatu identifikasi. Contohnya seperti Meyer dan Wagner. Tanda–tanda dari penghentian proses sokhletasi yaitu sebagai berikut: Bila pelarut yang digunakan adalah pelarut berwarna dan jika masih terdapat warna berarti masih terdapat sampel Bagi senyawa yang tidak berwarna, maka teteskan pelarut diatas kaca arloji, lalu biarkan menguap. Jika terdapat bahan kristal pada kaca arloji berarti masih terdapat senyawa pada pelarut Melakukan uji dengan pereaksi reagen Dragendroff (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Adapun prinsip sokhletasi itu adalah penyarian berulang–ulang sehingga hasil yang didapatkan sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode sokhletasi merupakan penggabungan antara metode maserasi dan perlokasi. Jika pada metode pemisahan minyak atsiri (distilasi uap) tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perlokasi (Soegiharjo, 2013). Pengolahan minyak atsiri dengan metode ekstraksi pelarut mudah menguap. Prinsip ekstraksi ini yaitu melarutkan minyak atsiri dalam bahan dengan pelarut organik yang mudah menguap. Proses ekstraksi biasanya dilakukan dalam wadah (ketel) yang disebut extractor. Ekstraksi dengan pelarut organik umumnya digunakan untuk mengekstraksi minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dengan uap dan air, terutama untuk mengekstrak minyak dari bunga-bungaan misalnya bunga cempaka, melati, mawar dan kenanga. Pelarut yang biasanya digunakan dalam ekstraksi yaitu petroleum eter, benzena, dan alkohol (Munawaroh & Prima, 2010).

 Syarat pelarut yang digunakan yaitu sebagai berikut: Harus dapat melarutkan semua zat wangi bunga dengan cepat dan sempurna serta sedikit mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen dan juga pelarut harus bersifat selektif Harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi Pelarut tidak boleh larut dalam air Pelarut harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak bunga Pelarut harus mempunyai titik didih yang seragam dan jika diuapkan tidak akan tertinggal dalam minyak Harga pelarut harus serendah mungkin dan tidak mudah terbakar (Munawaroh & Prima, 2010). Pelarut yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah sebagai berikut: Etanol Etanol disebut juga etil alkohol yang dipasaran lebih dikenal sebagai alkohol. Etanol merupakan senyawa organik dengan rumus kimia C2H5OH. Dalam kondisi kamar, etanol berwujud cairan yang mudah menguap, mudah terbakar dan tak berwarna N-heksana Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14. Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal dan menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air (Munawaroh & Prima, 2010). 

Perlakuan sebelum ekstraksi terhadap bahan yang mengandung minyak umumnya dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu dengan pengecilan ukuran bahan dan pengeringan atau pelayuan. Proses pengecilan ukuran dan pengeringan bahan berminyak yang bersifat permeabel (mudah ditembus zat cair dan uap) yang kadang kadang dengan tujuan untuk mengekstraksi minyak dalam waktu yang relatif lebih singkat. Sebelum bahan olah tersebut diekstraksi sebaiknya dirajang terlebih dahulu menjadi potongan-potongan lebih kecil. Proses perajangan ini bertujuan agar kelenjar minyak dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga pada proses ekstraksi laju penguapan minyak atsiri dari bahan menjadi cukup cepat. Selama proses perajangan, akan terjadi penguapan komponen minyak bertitik didih rendah. Oleh karena itu, jika diinginkan rendemen dan mutu minyak yang baik, maka hasil rajangan harus segera diekstraksi Perlakuan pendahuluan dengan cara pengeringan bahan akan mempercepat proses ekstraksi, memperbaiki mutu minyak dan mengurangi kadar air yang terkandung dalam bahan, akan tetapi selama pengeringan kemungkinan sebagian minyak akan hilang karena penguapan dan oksidasi oleh oksigen udara (Munawaroh & Prima, 2010). 

Berdasarkan jurnal penelitian yang menggunakan sampel daun jeruk purut dilakukan dua variasi pelarut yaitu n-heksana dan etanol. Prosedur penelitian antara lain sebagai berikut: Daun jeruk purut tua bersih kemudian dijemur di bawah sinar matahari selama 2 hari kemudian dipotong kecil-kecil Daun jeruk purut yang telah kering kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan dalam sokhletasi Daun jeruk purut dalam sokhletasi diekstraksi dengan 100 ml etanol 96% pada suhu 81-96ºC (suhu pemanas) sampai warna pelarut kembali menjadi seperti semula Setelah dilakukan proses ekstraksi, diperoleh filtrat minyak daun jeruk purut. Filtrat minyak daun jeruk purut yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan ekstraktor sokhlet pada suhu 81-96ºC sampai pelarutnya tidak menetes lagi dan diperoleh minyak daun jeruk purut murni. Dilakukan langkah 1-4 untuk pelarut n-heksana dengan suhu 72-86oC (Munawaroh & Prima, 2010). Berdasarkan jurnal ekstraksi pada buah rambutan, dilakukan ekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah rambutan dengan tujuan dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami. Pelarut yang digunakan yaitu etanol. Antosianin adalah pigmen yang sifatnya polar dan akan larut dengan baik dalam pelarut-pelarut polar. Warna merah pada kulit buah rambutan d iduga mengandung pigmen antosianin oleh sebab itu digunakan pelarut etanol (Lydia dkk, 2001). 

Pembahasan 
Judul praktikum ini yaitu ekstraksi sampel tumbuhan saluang belum. Tujuannya yaitu mahasiswa dapat melakukan dan memahami proses ekstraksi terhadap sampel tumbuhan. Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat (Soegiharjo, 2013). Proses ekstraksi khususnya untuk bahan yang berasal dari tumbuhan adalah sebagai berikut : Pengelompokan bagian tumbuhan (daun, bunga, dll), pengeringan dan penggilingan bagian tumbuhan Pemilihan pelarut Pelarut polar: air, etanol, metanol Pelarut semipolar: etil asetat, diklorometan Pelarut nonpolar: n-heksan, petroleum eter, kloroform (Mukhriani, 2014). Metode yang digunakan pada proses ekstraksi dilakukan dengan beberapa cara proses ekstraksi yaitu ekstraksi cara panas (reflux, influndasi dan dekogta) dan ekstraksi cara dingin (maserasi dan perkolasi) (Soegiharjo, 2013). 

Sebelum memilih suatu metode, target ekstraksi perlu ditentukan terlebih dahulu. Ada beberapa target ekstraksi yaitu sebagai berikut: 1. Senyawa bioaktif yang tidak diketahui 2. Senyawa yang diketahui ada pada suatu organisme 3. Sekelompok senyawa dalam organisme yang berhubungan secara struktral Sedangkan hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan metode ekstraksi yaitu sebagai berikut: Bentuk atau tekstur bahan yang digunakan Kandungan air dari bahan yang diekstraksi Jenis senyawa yang akan diekstraksi Sifat senyawa yang akan diekstraksi (Gunawan & Mulyani, 2004). Pemilihan metode ekstraksi untuk bahan yang bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara maserasi. Sedangkan kulit dan akar sebaiknya dengan menggunakan metode perkolasi. Selain itu, untuk bahan yang tahan terhadap panas maka sebaiknya diekstraksi dengan metode sokhletasi (Soegiharjo, 2013). 

Proses ekstraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan pemanasan. Hal ini ditujukan untuk bahan alam yang mengandung komponen kimia tidak tahan panas dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang lunak. Berdasarkan praktikum, ada 3 metode pilihan yang akan digunakan untuk ekstraksi yaitu maserasi, perkolasi dan sokhletasi. Namun, kelompok kami menggunakan metode sokhletasi dan maserasi. Metode maserasi digunakan karena hasil ynag didapat dari ekstraksi metode sokhletasi sangat sedikit. Sokhletasi adalah metode pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam sampel padat dengan cara penyarian berulang–ulang dengan pelarut yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi dengan sempurna. Alasan pemilihan metode sokhletasi yaitu karena efisiensi waktu dan proses pengambilan dengan pelarut diperoleh rendemen yang relatif lebih banyak. Pelarut yang digunakan ada 2 jenis, yaitu heksana (C6H14) untuk sampel kering dan etanol (CH3OH ) untuk sampel basah. Jadi, pelarut yang dugunakan tergantung dari sampel alam yang digunakan (Soegiharjo, 2013). 

Pada praktikum ini digunakan pelarut etanol (96 %). Pemilihan etanol sebagai pelarut karena etanol dapat digunakan untuk mengekstraksi bahan kering, daun-daunan, batang, dan akar. Pelarut heksana tidak digunakan pada sampel yang digunakan karena heksana bersifat stabil dan mudah menguap, sehingga lebih cocok digunakan untuk sampel yang memiliki kandungan seperti minyak (Munawaroh & Prima, 2010). Metode sokhletasi memiliki kelebihan dan kelemahan. Berikut adalah kelebihan metode sokhletasi: Sampel terekstraksi dengan sempurna Proses ekstraksi lebih cepat Pelarut yang digunakan sedikit Sedangkan kelemahan dari metode sokhletasi adalah sampel yang digunakan harus sampel yang tahan panas atau tidak dapat digunakan pada sampel yang tidak tahan panas. Karena sampel yang tidak tahan panas akan teroksidasi atau tereduksi ketika proses sokhletasi berlangsung (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Syarat–syarat suatu larutan dapat digunakan sebagai pelarut dalam proses sokhletasi yaitu sebagai berikut: Pelarut yang digunakan tersebut memiliki titik didih berbeda dengan bahan sampel yaitu lebih kecil dari titik didih sampel Mudah menguap Pelarut tersebut harus dipisahkan dengan cepat setelah penyarian Pelarut harus merupakan pelarut yang sesuai untuk bahan yang akan disokhletasi (Gunawan & Mulyani, 2004). Cara mengetahui bahan yang terkandung dalam senyawa yaitu setelah penyarian perlu dilarutkan dengan larutan tertentu untuk suatu identifikasi. Contohnya seperti Meyer dan Wagner. Tanda–tanda dari penghentian proses sokhletasi yaitu sebagai berikut: Bila pelarut yang digunakan adalah pelarut berwarna dan jika masih terdapat warna berarti masih terdapat sampel Bagi senyawa yang tidak berwarna, maka teteskan pelarut diatas kaca arloji, lalu biarkan menguap. Jika terdapat bahan kristal pada kaca arloji berarti masih terdapat senyawa pada pelarut Melakukan uji dengan pereaksi reagen Dragendroff (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Prinsip sokhletasi itu adalah penyarian berulang–ulang sehingga hasil yang didapatkan sempurna dan pelarut yang digunakan relatif sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarutnya diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yang tersaring. Metode sokhletasi merupakan penggabungan antara metode maserasi dan perlokasi. Jika pada metode pemisahan minyak atsiri (distilasi uap) tidak dapat digunakan dengan baik karena persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perlokasi. Sedangkan prinsip kerja sokhletasi yaitu berdasarkan pada penyarian zat kimia dalam suatu sampel melalui beberapa siklus, dimana serbuk simplisia diisikan pada tabung dari kertas sarig dan cairan penyari diuapkan hingga mendidih. Kemudian uap penyari akan naik ke atas melalui serbuk simplisia dan uap penyari akan mengembun karena didinginkan dengan pendingin balik. Kemudian embun turun dalam simplisia dan melarutkan zat aktif. Setelah itu, embun tersebut akan kembali ke dalam labu dan cairan akan menguap kembali dan berulang proses di atas (Soegiharjo, 2013). Bagian-bagian dari alat sokhletasi yaitu sebagai berikut: Labu alas bulat, fungsinya sebagai tempat menampug sampel dan pelarut Hot plate atau penangas, fungsinya sebagai alat untuk memanaskan labu alas bulat Timbal, fungsinya sebagai wadah tempat sampel yang ingin dipisahkan. Pada timbal terdapat dua alat yaitu pipa f dan sifon, dimana pipa f berfungsi sebagai jalan keluarnya uap dari pelarut yang menguap dari proses penguapan. Sedangakan sifon berfungsi sebagai alat yang diguakan untuk perhitungan siklus Kondensor, fungsinya sebgaai pendingin serta mempercepat proses pengembunan. Kondensor yang digunakan berbentuk bulat. Hal ini dikarenakan untuk mencegah adanya gelembung-gelembung air, sehingga air tidak terisi penuh. Hal ini dapat menyebabkan proses kondensasi tidak berjalan dengan lancar atau maksimal. Pada kondensor juga terdapat lubang air masuk dan keluar, dimana lubang ini berfungsi sebagai tempat masuk dan keluarnya air (Soegiharjo, 2013). 

Prinsip kerja kondensor tergantung dari jenis kondensor tersebut, secara umum terdapat dua jenis kondensor yaitu surface condenser dan direct contact condenser. Berikut klasifiksi kedua jenis kondesor tersebut: Surface condensor Cara kerja dari jenis alat ini adalah proses pengubahan dilakukan dengan cara mengalirkan uap kedalam ruangan yang berisi susunan pipa dan uap tersebut, sehingga akan memenuhi permukaan luar pipa. Sedangkan air yang berfungsi sebagai pendingin akan mengalir di dalam pipa (tube side), maka akan terjadi kontak antara keduanya dimana uap yang memiliki temperatur panas akan bersinggungan dengan air pendingin yang berfungsi untuk menyerap kalor dari uap tersebut. Hal ini menyebabkan temperatur steam (uap) akan turun dan terkondensasi.

 Surface condenser 
terdiri dari dua jenis yang dibedakan oleh cara masuknya uap dan air pendingin, berikut jenis-jenisnya: 

 Type horizontal condenser 
Air pendingin masuk melalui bagian bawah. Kemudian masuk kedalam pipa (tube) dan akan keluar pada bagian atas. Sedangkan uap akan masuk pada bagian tengah kondensor dan akan keluar sebgai kondensat pada bagian bawah 

b. Type vertical condenser 
Air pendingin masuk melalui bagian bawah dan akan mengalir di dalam pipa selanjutnya dan akan keluar pada bagian atas kondensor. Sedangkan steam akan masuk pada bagian atas dan air kondesat akan keluar pada bagian bawah (Soegiharjo, 2013). 

2. Direct contact condensor 
Cara kerja dari kondensor jenis ini yaitu proses kondensasi dilakukan dengan cara mencampurkan air pendingin dan uap secara langsung. Jenis dari kondensor ini disebut spray condenser. Proses pencampuran dilakukan dengan menyemprotkan air pendingin ke arah uap. Sehingga steam akan menempel pada butiran-butiran air pendingin tersebut dan akan mengalami kontak temperature. Selanjutnya uap akan terkondensasi dan tercampur dengan air pendingin yang mendekati fase saturated (basah) 

Jadi, pada praktikum yang dilakukan digunakan surface condenser dengan tipe vertical condensor (Soegiharjo, 2013). Maserasi merupakan metode ekstraksi secara dingin. Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana. Prinsip kerja maserasi yaitu merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia mudah larut dalam cairan penyari dan tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Penggunaan metode ini misalnya pada sampel yang berupa daun. Contohnya pada penggunaan pelarut eter atau aseton untuk melarutkan lemak atau lipid (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Maserasi umumnya dilakukan dengan cara memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik. Kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari pada temperatur kamar serta terlindung dari cahaya sambil diaduk. Selama 5 hari, cairan penyari disaring ke dalam wadah penampung. Setelah itu, ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya serta diaduk dan disaring lagi sehingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari. Endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Gunawan & Mulyani, 2004). Kelebihan cara penyarian maserasi yaitu cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Selain itu, kerusakan pada komponen kimia sangat minimal. Sehingga karena inilah metode maserasi lebih dipilih daripada perkolasi diantara 3 metode pilihan pada praktikum ini. Namun, metode ini tetap memliki kekurangan yaitu pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Gunawan & Mulyani, 2004). 

Perkolasi merupakan penyarian yang dilakukan dengan cara mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Prinsip kerjanya yaitu serbuk sampel dibasahi secara perlahan dalam sebuah perkolator (wadah silinder yang dilengkapi dengan kran pada bagian bawahnya). Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan pada bagian bawah. Kelebihan dari metode ini adalah sampel senantiasa dialiri oleh pelarut baru. Sedangkan kelemahannya yaitu jika sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut akan sulit menjangkau seluruh area. Selain itu, metode ini juga membutuhkan banyak pelarut dan memakan banyak waktu (Mukhriani, 2014). Cara kerja metode perkolasi pada praktikum ini yaitu serbuk sampel ditimbang. Kemudian dimasukkan sampel yang telah dibungkus dengan kertas saring ke dalam timbal serta bagian atasnya ditutup dengan aluminium foil. Kertas saring ini berfungsi untuk menjaga tidak tercampurnya bahan dengan pelarut secara langsung. Pelarut dan bahan tidak dibiarkan tercampur secara langsung agar bahan-bahan lain yang ada didalam sampel tidak ikut terekstrak. Hal ini dilakukan agar hasil akhir dari ekstraksi ini lebih akurat. Selanjutnya labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih adalah untuk meratakan panas. Timbal yang sudah terisi sampel dimasukkan ke dalam sokhlet. Alat ekstraksi sokhlet disambungkan dengan labu alas bulat yang telah diisi pelarut dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor. Suhu pemanasan awal yaitu 120oC. Setelah itu, labu diisi dengan pelarut dan suhu diturunkan menjadi 78oC. Hal ini dilakukan karena titik didih etanol 78,32ºC sehingga diharapkan pada kondisi operasi tersebut, etanol dapat menguap dan kandungan yang diinginkan pada sampel dapat terambil semaksimal mungkin. Suhu proses ekstraksi dijaga agar tidak lebih dari 100ºC dan jika suhu ekstraksinya berlangsung lebih dari 100ºC dikhawatirkan kandungan sampel ikut menguap. Alat pendingin disambungkan dengan sokhlet. Alat sokhlet dipasang tegak lurus. Kemudian air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi mulai dipanaskan. Setelah itu, dipanaskan cairan penyari hingga menguap. Uapnya naik melewati sokhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair. Kemudian menetes ke timbal. Cairan penyari atau pelarut melarutkan sampel dalam timbal, larutan sari ini terkumpul dalam timbal dan bila volumenya telah mencukupi maka cairan penyari akan dialirkan lewat sifon menuju labu. Proses dari pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Dilakukan penyaringan hingga ekstraksi dinyatakan selesai. Proses ekstraksi dihentikan sampai warna pelarut kembali menjadi seperti semula. Setelah itu, dimasukkan ekstrak cair ke dalam cawan penguap dan dipekatkan di waterbath. Tujuan penguapan yaitu untuk menghilangkan kandungan air yang masih terdapat pada ekstrak cair, sehingga didapatkan berat konstan atau tetap. Berat konstan atau tetap yaitu berat sampel yang sudah tidak berubah lagi karena kandungan air sudah tidak ada lagi (Soegiharjo, 2013). 

Cara kerja maserasi pada praktikum ini yaitu serbuk sampel ditimbang dan kemudian dimasukkan ke dalam bejana maserasi. Ditambahkan pelarut etanol hingga serbuk terendam. Tujuannya agar sampel dapat terlarut dalam etanol dan juga karena ekstraksi metode ini cukup lama sehingga diperlukan pelarut yang cukup banyak untuk mengekstraksi. Perendaman dilakukan selama 3 x 24 jam agar ekstraksi terjadi seluruhnya dan diganti pelarut setiap 1 x 24 jam karena pelarut etanol bisa menarik banyak ekstrak. Kemudian dilakukan pengadukan sesekali agar pelarut mudah menembus membran serbuk dengan baik dan agar sisa larutan yang telah dipisahkan agar homogen kembali. Setelah itu, ekstrak cair yang didapat dimasukkan ke dalam cawan penguap dan dipekatkan dengan waterbath hingga didapat ekstrak kental. Tujuan penguapan yaitu untuk menghilangkan kandungan air atau pelarut yang masih terkandung dalam sampel dan pemekatan agar diperoleh ekstrak kental (Soegiharjo, 2013). Hasil dari praktikum ini yaitu didapat berat cawan kosong 247,04 gram, berat cawan ditambah ekstrak kental 248,76 gram, berat cawan ditambah ekstrak cair 390,24 gram, berat eksrak kental 1,72 gram dan berat ekstrak cair 143,20 gram. Rendemen yang didapat yaitu 1,201 %. Rendemen merupakan persen zat ekstrak yang dikandung sampel yang merupakan persentase perbandingan berat ekstrak kental dan ekstrak yang belum diuapkan (Soegiharjo, 2013). Kesalahan yang dilakukan pada saat ekstraksi menggunakan metode perkolasi yaitu proses ekstraksi sudah dihentikan ketika terjadi enam siklus. Sedangkan warna pelarut masih kelihatan keruh. Sedangkan menurut literatur, ekstraksi dihentikan setelah warna pelarut menjadi jernih atau kembali seperti semula (Munawaroh & Prima, 2010). Hal inilah yang kemudian menyebabkan ekstrak yang didapat kurang maksimal. Sehingga untuk menambah jumlah ekstrak yang didapat maka perlu dilakukan ekstraksi lagi yaitu dengan menggunakan metode maserasi. Hasil eksrak yang didapat dengan metode ini lebih banyak dari metode sebelumnya. Namun, waktu pengerjaannya yang cukup lama (Soegiharjo, 2013). 

 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut. 
 Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat pada bahan alam atau dari dalam sel menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Sedangkan ekstrak adalah hasil dari proses ekstraksi Metode yang digunakan dalam proses ekstraksi dilakukan dengan 2 cara yaitu ekstraksi cara panas (reflux, influndasi, dekogta) dan ekstraksi cara dingin (maserasi, perkolasi) Prinsip maserasi yaitu perendaman suatu sampel dengan pelarut yang sesuai untuk memperole kandungan senyawa kimia dalam sampel. Sedangkan prinsip sokletasi adalah penyarian zat kimia yang melalui beberapa siklus dan menggunakan kondensor sebagai pendingin balik Hasil rendemen yang didapat dengan metode maserasi adalah 1,201 %

Saran dari praktikum ini yaitu sampel bahan dan alat yang digunakan diperhatikan kebersihannya agar hasil yang didapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang diinginkan. 

 DAFTAR PUSTAKA 

 Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat, Jakarta. Depkes RI. 1995. 

Farmakope Indonesia Edisi IV. Departemen Kesehatan RI, Jakarta. 

 Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya, Jakarta. 

 Lydia., B. W. Simon & S. Tri. Ekstraksi dan Karakterisasi Pigmen dari Kulit Buah Rambutan (Nephelium lappaceumy) Var. Binjai. Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi. 2: 1-16. 

 Mukhriani, 2014. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. 7: 361-367. 

 Munawaroh, S & A. H. Prima. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik. 2: 73-78. 

 Roskov, Y., T. Kunze, T. Orrell & L. Abucay. 2000. Species and Catalogue of Life. Reading, UK.

 Soegiharjo, C. J. 2013. Farmakognosi. Citra Aji Parama, Yogyakarta. 

 Widyaningrum, H. 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara. Medpress, Yogyakarta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Praktikum DETEKSI MIKROBIOTA NORMAL

Sediaan eliksir

IDENTIFIKASI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK