IDENTIFIKASI MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK

 UJI PENDAHULUAN, MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK AKAR SALUANG BELUM (Luvunga crassifolia (Blume) kurz) 

I. LATAR BELAKANG 

Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keanekaragaman jenis tumbuhan. Diantara jenis-jenis tumbuhan tersebut ada tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Orang-orang dulu meyakini bahwa tumbuhan tersebut memiliki khasiat obat karena penyakit dan naluri untuk mempertahankan hidup. Walaupun dalam bentuk yang sederhana, namun khasiatnya tidak diragukan lagi (Agromedia, 2008). Identifikasi secara makroskopis maupun mikroskopis dan komposisi sediaan simplisia penting untuk dilakukan. Berdasarkan hal itu, kita dituntut untuk dapat mengenali bentuk morfologi ataupun anatomi serta kandungan kimia dari suatu simplisia. Hal itu disebabkan karena dengan diketahuinya kandungan simplisia, sehingga dapat dianalisis kandungan zat serta dapat mempelajari kemampuan efek terapi dari kandungan simplisia (Gunawan & Mulyadi, 2004). 

Tumbuhan yang akan dilakukan uji yaitu saluang belum. Bagian dari tanaman yang dipakai yaitu akarnya. Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid. Tumbuhan ini memiliki khasiat untuk kejantanan laki-laki. (Soegiharjo, 2013). Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik–bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

 II. TUJUAN PRAKTIKUM 

Tujuan praktikum ini yaitu untuk memahami dan melakukan uji pendahuluan komponen kimia bahan alam serta pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik. 

 III. TINJAUAN PUSTAKA 

3.1. Uji Pendahuluan 
Uji pendahuluan komponen kimia bahan alam adalah suatu uji dengan mengamati golongan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan. Uji ini digunakan untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan untuk dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya. Sehingga dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi untuk kandungan kimia berkhasiat obat (Artini, 2013). 

Screening fitokimia ekstrak metanol daun gaharu yaitu ekstrak kental metanol yang diperoleh pada proses maserasi ditambahkan pereaksi –pereaksi: Wilstater, Bate Smith, NaOH 10%, FeCl3, Meyer dan Leiberman Burchard. Setelah itu, catat perubahan warna larutan sebelum dan sesudah ditambahkan pereaksi warna (Mega & Dewa, 2010). Metabolit sekunder adalah senyawa yang tidak essensial bagi pertumbuhan mikroorganisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik pada setiap spesies. Fungsi metabolit sekunder yaitu agar dapat berinteraksi dengan lingkungannya. Untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder maka dilakukan suatu uji kualitatif yang dikenal dengan uji pendahuluan. Pada uji tersebut, dapat diketahui kandungan senyawa dengan adanya perubahan warna atau terbentuknya endapan dan bisa juga dengan terbentuknya lapisan pada pengujian (Agromedia, 2008). 

Tumbuhan yang akan dilakukan uji yaitu saluang belum. Bagian dari tanaman yang dipakai yaitu kayunya. Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid. Tumbuhan ini memiliki khasiat untuk kejantanan laki-laki (Soegiharjo, 2013). Klasifikasi tumbuhan saluang belum yaitu sebagai berikut: 
Kingdom : Plantae 
Divisi : Tracheophyta 
Kelas : Magnoliopsida 
Ordo : Sapindales 
Familia : Rutaceae 
Genus : Luvunga 
Species : Luvunga crassifolia 
(Roskov et al, 2000) 

Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik – bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

3.1.1 Pemeriksaan Komponen Kimia Alkaloid 

Alkaloid merupakan senyawa nitrogen organik, lazimnya merupaka bagian cicncin heterosiklik, bersifat basa, sering bersifat optis aktif dan kebanyakan berbentuk kristal. Identifikasi alkaloid dilakukan dengan uji Mayer dan Dragendroff. Pada uji Mayer, serbuk simplisia dilarutkan dalam asam klorida encer 1 % dan disaring. Setelah itu, tambahkan reagen Mayer (kalium iodida merkuri). Sedangkan pada uji Dragendroff, serbuk simplisia dilarutkan dalam asam klorida encer 1 % dan disaring. Setelah itu, tambahkan reagen dragendroff (kalium iodida bismuth). Alasan peragenan reagen pada uji Mayer yaitu kalium iodida merkuri bereaksi dengan atom pada alkaloid, sehingga terbentuk endapan putih. Sedangkan pada uji Dragendroff, kalium iodida bismut bereaksi dengan atom N pada alkaloid sehingga membentuk endapan merah kuning (Soegiharjo, 2013). 

3.1.2 Pemeriksaan Komponen Kimia Saponin 

Saponin merupakan kelompok senyawa dalam bentuk glikosida terpenoid atau steroid. Saponin larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter. Senyawa ini mengandung inti siklopentana dan sebuah cincin siklopentana. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif. Identifikasi saponin ada dua yaitu uji foam dan froth. Cara keduanya hampir sama yaitu serbuk simplisia diencerkan dengan air suling. Setelah itu ekstrak encer digojog secara silinder selama 15 menit. Namun, perbedaannya hanya pada volume pelarut yang digunakan untuk melarutkan serbuk. Pada uji saponin, baik itu uji foam dan froth maka akuades akan menghidrolisis gugus glikosida pada struktur saponin sehingga terbentuk busa (Septiadi dkk, 2013). 

3.1.3 Pemeriksaan Kandungan Kimia Flavonoid 

Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan. Selain itu merupakan senyawa fenil propanoid dengan kerangka karbon C6-C3-C6. Sebagian besar senyawa flavonoid ditemukan di alam dalam bentuk glikosida, dimana unit flavonoid terkait pada suatu gula (Mega & Dewa, 2010). Senyawa yang termasuk flavonoid yaitu benzopiron, flavon, isoflavon, flavonol, flanon, anthocyanin, leucoanthocyanin, catechin, chalcon. Cara pemeriksaan kandungan flavonoid yaitu simplisia dipotong-potong kecil dan dihaluskan, ditambah air, diteteskan pada kertas saring lalu diangin-anginkan. Diuapkan di atas amonia dan jika hasil positif maka akan menghasilkan warna kuning intensif (Soegiharjo, 2013). 

3.2. Uji Makroskopik dan Mikroskopik 

Simplisia merupakan hasil proses sederhana dari herba tanaman obat yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri obat. Simplisia dalam arti lain adalah bahan alam yang telah dikeringkan dan digunakan untuk pengobatan serta belum mengalami pengolahan. Simplisia umumnya dibagi menjadi 3 golongan yaitu sebagai berikut: 
1. Simplisia nabati 
Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/ diisolasi dari tanamannya 
 2. Simplisia hewani 
Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni 
3. Simplisia pelikan atau mineral 
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia murni
 (Gunawan & Mulyadi, 2004). 

Mutu dari simplisia yang digunakan dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan yaitu secara makroskopik (organoleptis) dan mikroskopik. Pemeriksaan makrosopik dilakukan dengan menggunkan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Cara ini dilakukan untuk mencari kekhususan bentuk, warna, bau dan rasa simplisia (Soegiharjo, 2013). Pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan pemeriksaan spesifik penysun suatu simplisia ataupun haksel. Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopik harus dipahami bahwa masing-masing jaringan tumbuhan berbeda bentuknya. Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang umumnya memiliki jaringan penyususn primer yang hampir sama yaitu epidermis, korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut umumnya mengacu pada kelas tumbuhan seperti monokotil yang memiliki tipe berkas pengangkut terpusat (konsentris) dan pada dikotil tersebar (kolateral). Sedangkan jaringan sekunder pada organ batang, akar dan rimpang berupa periderm dan ritidorm. Rambut penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel idioblas seringkali menunjukkan ciri spesifik suatu tumbuhan (Soegiharjo, 2013). 

Berdasarkan jurnal, salah satu pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik merupakan pemeriksaan organoleptik. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik dilakukan dengan bantuan mikroskop binocular menggunakan pelarut kloralhidrat dengan perbesaran 100 kali (Azizah, 2014). 

Stomata merupakan celah dalam sel epidermis yang dibatasi oleh dua sel epidermis khusus yang disebut sel penutup. Sel penutup dapat berbentuk lengkung seperti biji kacang merah atau ginjal pada dikotil. Pada monokotil, sel penutup memiliki struktur yang khusus dan seragam, ramping di tengah dan menggelembung di ujung. Tipe-tipe stomata yaitu sebagai berikut: 
1. Anomositik 
Jumlah sel tetangga tiga atau lebih yang satu sama lain sukar dibedakan. 
2. Anisositik 
Jumlah sel tetangga tiga atau lebih dan satu sel jelas lebih kecil dari sel lainnya. 
3. Diasitik 
Jumlah sel tetangga dua dan bidang persekutuan menyilang celah stomata 
4. Parasitik 
Jumlah sel tetangga dua dan bidang persekutuan segaris dengan celah stomata 
5. Aktinositik 
Variasi dari stomata tipe anomositik yaitu stomata dengan sel-sel tetangga yang pipih dan mengelilingi stomata dalam susunan berbentuk lingkaran 
6. Bidiasitik 
Variasi dari diasitik yaitu stomata yang sel tetangganya dikelilingi oleh dua sel epidermis 
(Gunawan & Mulyadi, 2004).

 IV. METODE PRAKTIKUM
4.1. Alat 
 Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini antara lain.
 1. Bunsen
 2. Kaca objek
 3. Kaca penutup
 4. Korek api
 5. Lap atau tissue
 6. Mikroskop
 7. Penjepit kayu
 8. Pipet tetes
 9. Silet 

 4.2. Bahan 
 Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini antara lain. 
1. Fluroglusin 
2. Haksel akar saluang belum (Luvunga crassifolia (Blume) kurz) 
3. Serbuk akar saluang (Luvunga crassifolia (Blume) kurz) 

VI. PEMBAHASAN 

Praktikum kali ini yaitu tentang uji pendahuluan, makroskopik dan mikroskopik. Tujuan praktikum ini yaitu untuk memahami dan melakukan uji pendahuluan komponen kimia bahan alam serta pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik. Simplisia merupakan hasil proses sederhana dari herba tanaman obat yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri obat. Simplisia dalam arti lain adalah bahan alam yang telah dikeringkan dan digunakan untuk pengobatan serta belum mengalami proses pengolahan (Depkes RI, 1979). 

Pembuatan serbuk simplisia harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Bahan yang akan dijadikan simplisia harus bebas serangga, fragmen hewan dan kotoran hewan 2. Bahan yang akan dijadikan simplisia tidak boleh menyimpang dari bau dan warna 3. Bahan yang akan dijadikan simplisia tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya 4. Bahan yang akan dijadikan simplisia tidak boleh mengandung lendir, cendawan atau menunjukkan tanda pengotor lain (Depkes RI, 1979) Tumbuhan yang akan dilakukan uji yaitu saluang belum. Bagian dari tanaman yang dipakai yaitu kayunya. Tumbuhan ini terdapat di hutan gambut tropika Kalimantan tengah. Kandungan kimianya yaitu steroid dan flavonoid. Tumbuhan ini memiliki khasiat untuk kejantanan laki-laki (Soegiharjo, 2013). 

Klasifikasi tumbuhan saluang belum yaitu sebagai berikut: 
Kingdom : Plantae 
Divisi : Tracheophyta 
Kelas : Magnoliopsida 
Ordo : Sapindales 
Familia : Rutaceae 
Genus : Luvunga 
Species : Luvunga crassifolia 
(Roskov et al, 2000) 

Morfologi dari saluang belum yaitu sistem perakarannya tunggang. Merupakan sistem akar tunggang karena akar lembaga tumbuh terus menjadi akar pokok yang bercabang–cabang menjadi akar–akar yang lebih kecil. Bagian batangnya bengkok atau bersudut, agak kecil, bercabang rendah tajuknya tidak beraturan, cabang–cabangnya rapat, dahan–dahannya kecil dan bersudut tajam, bagian yang lebih tua berbentuk bulat, bewarna hijau tua, polos, berbintik–bintik di ketiak daun. Durinya pendek kaku, berbentuk seperti cundrik, berwarna hitam, ujungya berwarna coklat dan panjangya 0,2–1 cm. Arah tumbuh batang tegak lurus (erectus) dan percabangannya monopodial. Merupakan batang berkayu (lignosus) dengan bentuk bulat. Daunnya terpencar atau silih berganti, bertangkai, berdaun satu, bentuknya bulat telur, ujungnya tumpul, berbau sedap, berwarna hijau kuning. Tangkai daun bersayap lebar, hampir menyerupai daun, berwarna hijau kuning (Roskov et al, 2000). 

Saluang belum yang mulanya berbentuk batangan, dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering, tanaman tersebut diolah menjadi bentuk haksel (irisan tipis-tipis) yang dilakukan dengan bantuan jasa tukang kayu. Proses tersebut dilakukan dengan bantuan alat pengiris kayu. Selain dibuat menjadi haksel, tanaman tersebut juga diolah menjadi serbuk halus. Cara penghalusan serbuknya yaitu dengan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan. Sehingga dihasilkan serbuk halus. Pada saat penghalusan menggunakan blender, diusahakan agar tidak terlalu panas. Hal itu disebabkan karena pemanasan dapat menghilangkan atau merusak zat aktif (zat berkhasiat) tanaman tersebut (Soegiharjo, 2013). 

Tahapan-tahapan pembuatan simplisia secara garis besar yaitu. 
1. Pemgumpulan bahan baku Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda tergantung pada bagian tanaman yang digunakan, umur tanaman, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh
 2. Sortasi basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran dari bahan simplisia
 3. Pencucian Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucuian dilakukan dengan air bersih yang mengalir 
4. Perajangan Perajangan dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan 
5. Pengeringan Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak hingga waktu lama 
6. Sortasi kering Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan benda-benda asing yang masih melekat pada simplisia kering 
7. Penegepakan dan penyimpanan Simplisia dapat rusak dan berubah mutunya karena faktor luar dan dalam, antara lain seperti cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, serangga atau kapang dan pengotor lainnya 
(Soegiharjo, 2013) 

Pemeriksaan makroskopik merupakan pemeriksaan karakteristik suatu tanaman atau simplisia yang dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat. Tujuannya yaitu untuk mengenal dan mengidentifikasi kekhususan simplisia yang berupa bentuk, warna, bau dan rasa simplisia. Sedangkan pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan pemeriksaan spesifik penysun suatu simplisia ataupun haksel. Tujuannya yaitu untuk mengetahui anatomi bagian tumbuhan baik itu pada bagian akar, daun maupun kayunya. Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopik harus dipahami bahwa masing-masing jaringan tumbuhan berbeda bentuknya. 

Ciri khas dari masing-masing organ batang, akar dan rimpang umumnya memiliki jaringan penyususn primer yang hampir sama yaitu epidermis, korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut umumnya mengacu pada kelas tumbuhan seperti monokotil yang memiliki tipe berkas pengangkut terpusat (konsentris) dan pada dikotil tersebar (kolateral). Sedangkan jaringan sekunder pada organ batang, akar dan rimpang berupa periderm dan ritidorm. Rambut penutup dan stomata merupakan ciri spesifik dari bagian daun serta tipe sel idioblas seringkali menunjukkan ciri spesifik suatu tumbuhan (Soegiharjo, 2013). 

Berdasarkan pratikum ini, pemeriksaan mikroskopik haksel dilakukan dua perlakuan yaitu pemeriksaan irisan melintang dan membujur. Sayatan secara membujur yaitu menyayat sampel dengan arah sejajar dengan sumbu horizontal dari objek. Sedangkan sayatan melintang adalah sayatan yang arahanya tegak lurus dengan sumbu horizontal dari objek. Tujuan dari sayatan yaitu untuk mempermudah tampilan pada saat pemeriksaan dengan mikroskop dan agar semua isi sel (anatomi sel) terlihat bentuknya dan untuk membedakan anatomi dari kedua irisan atau sayatan yang berbeda tersebut (Soegiharjo, 2013). Langkah kerja pada percobaan uji makroskopik yaitu haksel saluang belum diamati karakterisktiknya yang meliputi bentuk, warna, rasa dan bau. Hasil yang didapat berbentuk potongan kecil dengan karakteristik akar berupa akar tunggang. Kemudian dilakukan uji organoleptis pada haksel akar. Hasilnya yaitu berbau khas lemah, warna putih kekuningan dan tidak memiliki rasa (hambar). 

Langkah kerja pengujian haksel saluang belum pada percobaan uji mikroskopik yaitu haksel saluang belum disayat tipis baik secara melintang ataupun membujur yang kemudian masing-masing irisan tipis tersebut diletakkan diatas kaca objek yang sudah disiapkan. Setelah itu, irisan haksel ditetesi fluroglusin masing-masing 1-2 tetes. Tujuannya agar pada saat diamati di bawah mikroskop, anatomi tanaman yang diamati dapat terlihat lebih jelas. Selanjutnya haksel ditutup dengan kaca penutup agar sampel yang diamati tidak bergeser kemana-mana. Sampel haksel saluang belum difiksasi di atas lampu spritus yaitu bertujuan untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang masih terdapat dalam sampel. Langkah terakhir yaitu lakukan pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali untuk sampel haksel sayatan melintang dan perbesaran 40 kali untuk sampel haksel sayatan membujur. 

Perbedaan perbesaran tersebut karena pengamatan haksel sayatan melintang tidak bisa terlihat dengan jelas pada perbesaran 40 dan pada praktikum ini hanya bisa terlihat jelas pada saat perbesaran 100 kali. Seharusnya jika digunakan perbesaran 100 kali dapat digunakan kloralhidrat sebagai pelarutnya Langkah kerja pengujian serbuk saluang belum pada percobaan uji mikroskopik yaitu serbuk saluang belum ditaburkan pada kaca objek yang kemudian diteteskan fluroglusin 1-2 tetes dan serbuk ditutup dengan kaca penutup. Sampel serbuk saluang belum difiksasi diatas lampu spritus yaitu bertujuan untuk menghilangkan gelembung-gelembung udara yang masih terdapat dalam sampel. Lakukan pengamatan dibawah mikroskop dengan perbesaran 5 kali untuk sampel serbuk saluang belum. Digunakan perbesaran tersebut karena sampel bisa terlihat dengan jelas. Hasil pemeriksaan mikroskopik yaitu epidermis, korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut tersebar (kolateral) karena mrupakan tanaman dikotil. Sedangkan jaringan sekunder berupa periderm dan ritidorm 

 VII. KESIMPULAN DAN SARAN 
7.I. Kesimpulan 
Kesimpulan pada praktikum ini adalah sebagai berikut. 
1. Uji pendahuluan komponen kimia bahan alam adalah suatu uji dengan mengamati golongan senyawa kimia yang terdapat dalam suatu simplisia tumbuhan 
2. Pemeriksaan makrosopik dilakukan dengan menggunkan kaca pembesar atau tanpa menggunakan alat yang dilakukan untuk mencari kekhususan bentuk, warna, bau dan rasa simplisia. Hasil pemeriksaan makroskopik haksel akar saluang belum yaitu bau aroma khas lemah, dengan warna putih kekuningan, tidak memiliki rasa (hambar). Karakteristik dari akar saluang belum yaitu akar berupa akar tunggang 
3. Pemeriksaan mikroskopik meliputi anatomi simplisia yang memiliki karakteristik tersendiri dan merupakan pemeriksaan spesifik penysun suatu simplisia ataupun haksel. Hasil pemeriksaan mikroskopik yaitu epidermis, korteks dan endodermis, jari-jari empulur dan bentuk berkas pengangkutnya. Tipe berkas pengangkut tersebar (kolateral) karena mrupakan tanaman dikotil. Sedangkan jaringan sekunder berupa periderm dan ritidorm 

 7.2. Saran 
Saran dari praktikum ini yaitu sampel bahan dan alat yang digunakan diperhatikan kebersihannya agar hasil yang didapat lebih baik dan sesuai dengan hasil yang di inginkan. 

 DAFTAR PUSTAKA 

 Azizah, D. N., K. Endang & F. Fahrauk. 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.). Jurnal Ilmiah Farmasi. 2 (2) : 45-49.

 Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat. Penebar swadaya. Jakarta. 

 Artini, P. E. U. D., K. Astuti & N. K. Warditiani. 2013. Uji Fitokimia Ekstrak Etil Asetat Rimpang Bangle (Zingiber purpureum Roxb.). Jurnal Farmasi Udayana. 2 (4) : 1- 10. 

 Gunawan, D & S. Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid I. Penebar Swadaya, Jakarta. 

 Mega, M. I & A. S. Dewa. 2010. Screening Fitokimia dan Aktivitas Antiradikal Ekstrak Metanol Daun Gaharu (Gyrinops verstogii). Jurnal Kimia. 4 (2): 187-192. 

 Soegiharjo, C. J. 2013. Farmakognosi. Citra Aji Parama. Yogyakarta. Widyaningrum, H. 2011. Kitab Tanaman Obat Nusantara. Medpress. Yogyakarta.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Praktikum DETEKSI MIKROBIOTA NORMAL

Sediaan eliksir

Spektrofotometri Inframerah